Kontributor: Anugerah B. Adina, S.Farm
First of all, rasa syukur sangatlah patut kita panjatkan kehadirat Alloh Azzawajalla.
It is my pleasure dan suatu kesempatan yang baik bisa berbagi ilmu di blog ini. Semoga rekan-rekan tetap semangat dalam menimba ilmu. Well, it is time for me to share with you, guys. Nah, topik kali ini, saya ingin mencoba sharing tentang perkembangan Obat tradisional, atau Traditional Therapeutic Method. Namun, jangan berfikir berat dulu ya, kawan. Sebab, saya memulai dari pandangan umum terhadap hal ini.
I. KONDISI TERKINI
Obat tradisional atau pun terapi alternatif (Complementary alternatif medicine=CAM) masih mengundang beragam pendapat pro dan kontra. Di berbagai negara, baik pemerintah, praktisi kesehatan, maupun masyarakat, masih dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan tentang keamanan, kemanjuran, kualitas, ketersediaan, pelestarian dan pengembangan lebih lanjut dari CAM.
CAM berkembang dengan pesat dalam sistem kesehatan dan kepentingan ekonomis. Di Afrika dan Cina, 80% dari populasi menggunakan TM untuk membantu memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan mereka. Masyarakat Asia dan Amerika Latin menggunakan TM sebagai akibat dari keadaan historis dan kepercayaan budaya. Sementara itu, di banyak negara maju, CAM menjadi sangat populer. Persentase penduduk yang telah menggunakan CAM setidaknya sekali dalam hidupnya adalah 48% di Australia, 70% di Kanada, 42% di Amerika Serikat, 38% di Belgia dan 75% di Perancis. Di banyak negara pembelanjaan obat tradisional dan CAM tidak hanya signifikan, tetapi berkembang pesat. Di Malaysia, sekitar US $ 500 juta dihabiskan setiap tahun pada CAM, dibandingkan dengan sekitar US $ 300 juta pada obat allopathic (menggunakan obat). Bagaimana dengan indonesia?
II. PEMAHAMAN OBAT TRADISIONAL
Berbagai macam pengertian dan pemahaman masyarakat tentang obat tradisional (OT), mulai dari yang berkaitan dengan dunia spiritual dan metafisik, hingga sesuatu yang dianggap alami. Namun, saya mencoba menjelaskan bahwa obat tradisional merupakan kesatuan sistem yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan praktek perawatan kesehatan holistik, diakui dan diterima perannya dalam pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit. Perlu diperhatikan bahwa OT berdasarkan pada teori adat, kepercayaan dan pengalaman yang diwariskan dari generasi ke generasi. Obat tradisional meliputi terapi obat seperti obat Cina tradisional, penggunaan obat herbal, bagian-bagian hewan dan/atau mineral, dan terapi non-medis (tanpa menggunakan obat), seperti dalam kasus akupunktur, dan terapi spiritual. Di negara-negara dimana sistem kesehatan yang dominan masih didasarkan pada pengobatan allopathic, atau di mana OT belum dimasukkan ke dalam sistem perawatan kesehatan nasional, maka OT sering disebut “pelengkap”, “alternatif” atau “non-konvensional” obat (CAM= Complementary alternatif medicine).
Nah, kawan, muncul dibenak kita pertanyaan mengapa kita atau pun sebagian masyarakat menggunakan obat traditional atau CAM. Ada beberapa alasan tentunya, sebagai berikut.
-
Mudah diakses dan terjangkau
Bila kita berangkat pada obat herbal sebagai pengertian kita terhadap obat tradisional, maka logis bila dikatakan bahwa obat tradisional mudah diakses. Dalam artian, masyarakat dengan pengetahuan empiris (turun temurun) mendapatkan obat tradisional melalui pemanfaatan tumbuhan ataupun hewan di sekitar rumah mereka.
Contoh lebih jauh lagi bila kita mencoba melihat di berbagai negara berkembang. Di Uganda, misalnya, rasio praktisi TM terhadap populasi adalah antara 1:200 dan 1:400. Ini sangat kontras dengan ketersediaan tenaga medis, yang biasanya rasio 1:20.000 atau kurang. Selain itu, distribusi tenaga media tersebut tidak merata, dengan sebagian besar terpusat di daerah perkotaan sehingga sulit bagi penduduk pedesaan untuk mengakses terapi medis. Hal ini menjadikan OT sebagai sumber terapi kesehatan, terutama bagi pasien golongan ekonomi ke menengah ke bawah di dunia. Di Ghana, Kenya dan Mali, penelitian telah menunjukkan bahwa 1 kali program pengadaan pirimetamin/sulfadoksin sebagai antimalaria memerlukan biaya beberapa dolar. Hal ini menjadi sangat sulit dilakukan bila pengeluaran kesehatan per kapita di negara tersebut hanya sekitar US $ 6 per tahun. Sebaliknya, obat-obatan herbal untuk mengobati malaria jauh lebih murah dan kadang-kadang bahkan mungkin dibayar dalam bentuk lain sesuai dengan “kekayaan” dari pasien.
-
Sebuah pendekatan alternatif untuk perawatan kesehatan di negara maju
Negara-negara maju boleh dikatakan selalu menjadi barometer dunia. Mereka memiliki kecendrungan untuk menjadi trendsetters dengan negara berkembang sebagai followers. Di banyak negara maju penggunaan CAM didorong oleh kekhawatiran masyarakat tentang efek samping obat kimia, dan juga mempertanyakan pendekatan dan asumsi obat allopathic dimana sakit erat kaitannya dengan obat. Selain itu, akses publik yang lebih besar ke informasi kesehatan mendorong kesadaran masyarakat tentang kelemahan-kelemahan terapi obat. Pada saat yang sama, CAM menawarkan harapan hidup lebih panjang pada penyakit kronis seperti penyakit jantung, kanker, diabetes dan gangguan mental.
Nah, bagaimana dengan trend masyarakat Indonesia? Tentunya rekan-rekan sudah mampu menjawabnya.
III. TANTANGAN PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL
-
Kebijakan pemerintah
Relatif sedikit negara telah mengembangkan kebijakan tentang TM dan / atau CAM – hanya 25 dari 191 Negara Anggota WHO. Padahal, bila kita cermati hal ini merupakan dasar dalam pengembangan obat tradisional. Kebijakan akan menentukan visi dan misi arah pengembangan obat tradisional. Bahkan, kebijakan mampu berperan sebagai dukungan terhadap masyarakat untuk lebih mengembangkan obat tradisional. Pemerintah melalui kebijakan harus mampu menentukan mekanisme dalam hal produksi hingga promosi sehingga masyarakat terhindar dari tindakkan pemalsuan dan kualitas pelayanan yang rendah. Selain itu, kebijakan dapat berupa dukungan penyediaan sumber daya keuangan yang cukup untuk penelitian, pendidikan dan pelatihan.
-
Keamanan, Khasiat, dan Kualitas
Ketiga hal tersebut sangat penting dalam pengembangan CAM. Berbagai kendala timbul bila masyarakat mempertanyakan keamanan, khasiat dan kualitas suatu produk CAM atau obat tradisional, mulai dari keaslian produk hingga efektifitasnya. Hal ini tentunya disebabkan oleh sedikitnya bukti atau penelitian terkait obat tradisional. Namun, bila ada menyanggah hal ini dengan mengatakan telah banyak penelitian yang dilakukan, maka permasalahannya terletak pada belum banyaknya penelitian yang komprehensif ataupun basis data yang kurang memadai. Selain itu, regulasi dan monitor serta evaluasi terhadap efek samping boleh dikatakan jarang.
-
Akses: membuat TM / CAM yang tersedia dan terjangkau
Meskipun dapat dikatakan masyarakat mampu mengakses obat tradisional secara mandiri, Namun eksploitasi yang dilakukan akan berujung pada kelangkaan dan kepunahan sumber daya alam tersebut. Selain itu, tidak semua daerah mampu menyediakan obat tradisional yang sama, bergantung pada keuangan dan kondisi geografis daerah tersebut. Selain itu, kekayaan intelektual dan paten menjadi sebuah tantangan besar. Kadang kala hal ini menyebabkan masyarakat kesulitan mendapatkan pelayanan obat tradisional dan tidak jarang menjadikan harga obat tradisional melambung.
IV. PENERAPAN STRATEGI
Bila kita melihat pada tantangan yang mana, maka ada beberapa strategi yang rasional untuk kita lakukan, sebagai berikut.
-
Pengembangkan sebuah kebijakan nasional untuk obat tradisional
Kebijakan tentang obat tradisional dapat mengambil beberapa bentuk, termasuk pernyataan dari departemen kesehatan, kebijakan kabinet atau sepotong undang-undang. Suatu kebijakan nasional harus mencakup definisi peran pemerintah dalam pengembangan obat tradisional dalam sistem pelayanan kesehatan
-
Peningkatan kesadaran publik dan akses ke obat tradisional
Peningkatan kesadaran publik dapat dilakukan bila pemerintah mendukung program integrasi obat tradisional pada pelayanan kesehatan sebagai contoh Cina, Jepang, Korea, bahkan Singapura. Selain itu, kemudahan akses basis data dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang obat tradisional.
-
Evaluasi potensial ekonomi
Hal ini berkaitan dengan ketertarikan industri untuk mendukung pengadaan dan pengembangan obat tradisional. Pemerintah harus dapat menjelaskan dan memaparkan berbagai keuntungan dari segi ekonomi bila obat tradisional mampu terintegrasi di pelayanan kesehatan.
-
Penentapan standar yang tepat
Belum meratanya integrasi obat tradisional (OT) ke pelayanan kesehatan, menyebabkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap regulasi OT. Sebagai contoh Cina, dimana TCM (traditional Chinese Medicine) telah terintegrasi ke sistem pelayanan kesehatan, maka secara otomatis terdapat regulasi yang standar, sehingga mampu dipraktekkan di seluruh daerah. Bahkan tidak hanya sistem yang terstandar, praktisi kesehatan pun melalui organisasi keprofesian, harus mampu menetapkan standar kepada para anggotanya dalam memberikan pelayanan kesehatan berbasis obat tradisional. Standar ini bisa dilakukan dengan sistem pemberian lisensi atau surveys of practitioners. Beberapa negara dimana praktisi kesehatan banyak tidak melalui pendidikan formal, seperti Fiji dan Samoa, maka sistem surveys of practitioners menjadi lebih efektif. Nah, bagaimana wujud nyata sistem tersebut?
-
Usaha mendorong dan menguatkan penelitian
Penelitian modern harus mampu memfasilitasi dalam pengembangan saintifik obat tradisional. Penelitian ini sangat bergantung pada fasilitas, sumber daya peneliti, dan sumber keuangan. Hal ini diharapkan pemerintah mengambil peran. Selain itu, penelitian berbasis klinik, sosial, politik, dan ekonomi, juga harus dikembangkan sebagai pendukung dan penguat penelitian saintifik obat tradisional.
-
Penghormatan terhadap integritas budaya
Banyak negara mengembangkan obat tradisional berdasarkan budaya yang dimiliki. Sebagai contoh Cina dan jepang, dimana pengobatan tradisional bukan hanya semata-mata ilmu medis, namun terkandung filosofi dan spiritual aspek di dalamnya. Kesadaran pada pengembang obat tradisional untuk menghargai nilai-nilai tersebut, dapat mempermudah transformasi dan modernisasi obat tradisional tanpa harus menghilangkan nilai-nilai tersebut.
-
Perumusan kebijakan perlindungan dan konservasi sumber daya kesehatan
Saai ini, pertumbuhan kesadaran global terhadap potensi obat tradisional sangat pesat. Selain itu, dari terjadi peningkatan nilai ekonomi sumber daya alam sebagai bahan baku untuk obat-obatan herbal dan produk kesehatan lainnya. Cepat atau lambat, ini perlu disertai dengan kesadaran bahwa persediaan akan habis jika tidak dilestarikan.
V. Kesimpulan
Untuk mencapai tujuan ini, pengembangan kebijakan berbasis bukti dan pengelolaan informasi sangat penting. Pemerintah, stakeholder, dan bahkan orang harus menyadari perkembangan obat tradisional atau terapi alternatif. Mereka perlu mendeskripsikan masalah dan tantangan yang akan dihadapi kemudian mencoba untuk memahami dengan mengambil peran.
VI. Referensi
WHO, 2001, Obat Tradisional, Brunei Darussalam.
WHO, 2002, WHO Pengobatan Tradisional Strategi 2002-2005, Jenewa.
DosGil
25/01/2012
Sekedar berbagi opini, tidak berkembangnya Jamu dibandingkan TCM menurutku adalah kecelakaan sejarah. Oke, aku menyebut di sini Jamu sesuai konvensi pada POKJANAS TOI pertengaan tahun silam kalau kita harus bangga dengan merek “Jamu” untuk menyebut obat tradisional Indonesia karena “obat tradisional” (traditional medicine) sudah jadi “milik” China dengan TCM-nya. Kembali ke kecelakaan sejarah, China sudah mantab kurikulum dan budaya TCMnya saat bersentuhan denga dunia barat, sementara Jamu masih dalam masa “pra sejarah” (alias tidak dituliskan) ketika nama-nama Cornelis de Houtman dikenal di bumi pertiwi. Dan sekolah dokter/tenaga kesehatan pertama yang darinya pendidikan kedokteran/kesehatan Indonesia berakar adalah STOVIA, buatan Belanda yang pasti dengan filosofi barat. So, bagaimana mungkin Jamu bisa penetrasi ke “pengobatan konvensional”? Berat kawan … sungguh berat.
Anung
29/01/2012
hmm.. menarik kawan.. jadi keingat dengan term JAMU dan pengobatan konvensional..btw, pengobatan konvensional ini maksudnya apa ya kawan?
…let me tell a meaningful story..
ceritanya, aq mengikuti kuliah umum seorang profesor School of Pharmacy USM (universiti sains malaysia). Presentasi beliau tentang produk yang beliau kembangkan berupa….*maaf lupa nama produknya…*. Inti dari produk beliau adalah minyak dari ikan gabus dibuat sediaan spray yang akan membentuk film bila disemprotkan di atas luka. Efek produk ini adalah mempercepat recovery luka, terutama pada penderita diabetes. Produk ini telah teregister di BPOM-nya Malaysia. Beliau pun sedang membangun pabrik yang pastinya akan membutuhkan berkilo-kilo ato bahkan ton ikan gabus.
Hmm, intinya aq di sini bukan mau cerita kehebatan produk, terlepas dari itu semua. Lalu, ada salah seorang bertanya, sebagai berikut
audience: “Pak, koq gak diisolasi aja senyawa yang berefek dari kulit ikan gabus tersebut, sehingga gak usah capek-capek pake acara berternak ikan gabus.”
Prof: “Wah, saya juga sempet kepikir, bahkan sudah dilakukan riset untuk mengidentifikasi senyawa apa yang paling berpengaruh dan sebenarnya mudah untuk melakukan isolasi. Namun, masalahnya kalo pake pure compound (senyawa terisolasi), maka produk ini gak tergolong obat tradisional lagi (jamu), tapi jadinya obat dan seperti yang kita tau, klo obat ribet dalam hal uji klinik (biaya mahal) dan registrasi. So, saya tetap mengekstrak minyak dari kulit ikan gabus dengan bahan dasar ikan gabus sehingga masih tergolong obat tradisional.
audience:…..dalam hati mengatakan bahwa profesornya kreatif…
NB: percakapan sebenarnya menggunakan bahasa inggris, tapi demi kelancaran aq artikan ke bahasa indonesia dengan penyesuaian sepenuhnya.
Nah, apa yang bisa kita tarik dari hal ini? Bahwa, jamu atau pengobatan konvensional (dalam hal ini aq mengartikan sebagai obat yaa) itu adalah pilihan. Sekarang bagaimana kita menyejajarkan image jamu dengan obat.
Bagaimana caranya?? yuk kita pikirin sama-sama